PERLUNYA PARTAI POLITIK LOKAL DI PAPUA
Ilustrasi Partai. ©2015 Merdeka.com |
Pembentukan tentang partai politik di tanah Papua diatur dalam UU No 21 tahun 2001 pasal 28 no 1 disebutkan bahwa penduduk provinsi Papua dapat membentuk Partai politik. Namun fakta yan terjadi di tanah Papua adalah sejak otonomi khusus diberikan, pembentukan tentang partai lokal di tanah Papua terkesan dihalang halangi oleh pemerintah. Hal itu didasari dari beberapa kali masyarakat mengajukan partai lokal untuk berpartisipasi dalam kontestasi pemilihan umum di tingat kabupaten, kota, dan provinsi. Namun pemerintah berpendapat bahwa poin yang tertuang dalam UU No 21 tahun 2001 pasal 28 khususnya poin no1 bahwa bukanlah dimaksudkan sebagai partai politik lokal sebab pengaturan partai politik dalam UU 21/2001 tidak secara tegas dikatakan dan sekaligus dimaknai sebagai partai politik lokal, hal ini berbeda dengan salah satu daerah yang juga menerima otonomi khusus dari pemerintah Indonesia yaitu Provinsi Aceh, yang mana daerah Aceh diberikan kewenangan untuk membentuk partai lokal , hal itu sesuai dengan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh, Pasal 1 angka 2 menyatakan: Partai politik lokal adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) / Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/ Kota (DPRK), Gubernur dan Wakil Gubernur, serta bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota. Dalam aturan yang mengatur tentang partai politik di Aceh disebutkan dengan spesifik bahwa partai lokal sedangkan UU yang mengatur tentang otonomi khusus di Papua tidak disebutkan dengan jelas tentang partai lokal, hal ini yang menjadi dasar yang dipakai oleh pemerintah pusat untuk menolak segalah permohonan yang diajukan oleh masyarakat Papua untuk membentuk partai politik lokal agar dapat mengikuti kontestasi pemilihan umum ditingkat daerah.
Menurut saya tidak tepat jika pasal 28 ini dimasukan dalam UU otsus, jika poin yang dimaksud adalah bukan partai lokal tetapi partai nasional, hal ini karena tanpa disebutkan dalam pasal otsus pun orang Papua juga punya hak yang sama sebagai warga negara Indonesia seperti orang Indonesia dari daerah lain, jadi saat ini perjuangan akan pembentukan partai lokal untuk tanah Papua harus diperjuangkan oleh semua elemen masyarakat yang ada di Papua, hal ini terkait dengan kondisi yang terjadi di Papua saat ini yang mana kewenangan yang diberikan otsus setelah di perpanjang pada tahun 2021 lalu semakin kecil dan tidak sesuai dengan asas desentralisasi, yang mana kewengangan penuh yang harusnya diberikan kepada pemerintah daerah seolah dibatasi oleh pemerintah pusat dan para pemimpin daerah yang mengambil kebijakan dengan kiblat ke partai nasional, menurut saya dengan adanya partai politik yang berbasis lokal akan menyelamatkan marwa otsus sesuai dengan asas desentralisasi, hal ini karena walaupun kewenangan langsung dari otsus kecil tetapi kekuatan dari partai lokal akan berpengaruh dalam mengambil kebijakan. Menurut saya jika Papua diizinkan untuk membuat partai lokal sesuai dengan amanat UU otsus maka segalah kebijakan dan sebagainya akan memihak dengan keinginan masyarakat setempat dalam hal ini adalah masyarakat Papua, selama ini fakta yang terjadi di Papua adalah bahwa segalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah baik itu DPR, Gubernur dan sebagainya selalu mengikuti pengaruh kiblat dari partai politik yang ada di Jakarta yang selama ini banyak mengambil kepentingan dari tanah Papua, yang mana orang orang yang ada di Jakarta adalah orang orang yang tidak mengetahui kondisi yang ada di tanah Papua, dalam hal ini pemeritah daerah baik DPR, Bupati, dan Gubernur sebagai bawahan dari partai tidak mungkin akan mengambil kebijakan yang berbeda atau berlawanan dengan kebijakan yang sudah diambil oleh orang orang atau para petinggi partai yang ada di Jakarta. Andaikan masyarakat Papua saat ini sudah punya partai politik lokal di tanah Papua, bukan tidak mungkin segalah kebijakan yang diambil pasti akan berkiblat dengan kondisi masyarakat sekitar, hal ini karena ketika partai lokal didirikan pasti para petinggi partai dan sebagainya adalah pasti orang Papua sendiri, visi dan misi dari partai pun pasti melihak kondisi sekitar dan dalam mengambil kebijakan pemerintah akan melihat kondisi sekitar dan dalam mengambil keputusan pasti tidak akan ada intervensi dari pihak lain atau Jakarta.
Kehadiran partai lokal di tanah Papua jika direalisasikan maka akan menjadi ancaman bagi partai partai politik nasional, hal ini dapat dilihat dari contoh partai lokal di provinsi Aceh pada tahun 2009, pada pemilihan tahun 2009 Pada pemilu legislatif 2009, Partai Aceh yang merupakan partai lokal Provinsi Aceh mencatatkan kemenangan fantastik, meraup suara suara mayoritas di provinsi Aceh dengan menguasai 47% dari kursi yang tersedia. Keberhasilan ini tentu layak mendapat apresiasi sebab Partai Aceh merupakan Parlok yang baru terbentuk setelah terjadi proses perdamaian antara RI – GAM 15 Agustus 2005 di Finlandia. Dan keikutsertaan pada pemilu legislatif merupakan debutnya dalam kompetisi politik nasional Indonesia. lahirnya Partai lokal Partai Aceh tidak lain karena sebelumnya rakyat Aceh sudah jenuh dengan partai politik berbasis nasional yang selalu saja dimenangkan kekuatan status quo. Selain itu rakyat Aceh juga sudah lelah dengan janji caleg partai nasional yang ujung-ujungnya hanya janji bukan bukti nyata bagi masyarakat. kehadiran partai politik lokal diharapkan bisa memberi perubahan general struktur perlemen yang selama ini kaku, berselemak korupsi, memperkaya diri serta tidak peduli nasib rakyat kecil. Partai lokal diharapkan mampu mengatur sistim ketatanegaraan negara yang selama ini amburadul.Kemenangan besar Partai Aceh pada pemilu legislatif 2009 tidak terlepas dari peran elit partainya yang mampu memanfaatkan isu politik MoU Helsinki sebagai masa depan politik Aceh. Kemampuan mengusung isu tersebut menjadi efektif sebab caleg dari Partai Aceh cukup pandai melakukan political empowering (pemberdayaan politik) dari grassroot sampai elit Aceh di level provinsi. Basis massa Partai Aceh sangat real dan heterogen secara status sosial, dari masyarakat di gampong sampai masyarakat kota. Suatu strategi politik yang sederhana, murah dan efektif namun dianggap populis bagi masyarakat di Aceh.
Andaikan saat ini semua elemen masyarakat Papua mendukung dan menuntut pemerintah indonesia untuk merealisasikan UU No 21 tahun 2001 pasal 28 tentang partai, dan Papua bisa memiliki partai lokal seperti Aceh dan pemerintah memberikan kewenangan untuk masyarakat Papua untuk membuat pertai lokal , maka para caleg dan sebagainya bisa memanfaatkan dan mengambil contoh seperti yang dilakukan oleh para caleg dari partai lokal Aceh pada tahun 2009, dengan demikian bahwa bukan tidak mungkin kemenangan besar akan dimenangakan atau diraih oleh partai lokal yang ada di Papua. Dengan demikian bukan tidak mungkin segalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah setempat akan selalu melihat kondisi sekitar tanpa intervensi yang berlebihan oleh orang orang pusat yang tidak mengerti kondisi dan budaya setempat. Saat ini yang diharapkan adalah para elit yang saat ini ada di seluruh tanah Papua untuk saling bahu membahu untuk memperjuangkan kehadiran partai lokal di tanah Papua, selain kalangan elit Papua sendiri, para elit diharapkan untuk turun ke kampung kampung untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya partai lokal untuk tanah Papua dalam hal ini agar para elit juga mendapat dukungan dari masyarakat bahwasanya permintaan untuk pembuatan partai lokal bukan hanya keinginan para elit tetapi juga keinginan semua masyarakat Papua sesuai dengan UU No 21 tahun 2001 pasal 28 tentang partai.
oseii
Tulisannya sangat menarik sekali, terimakasih banyak dan terus menulis.
BalasHapusUu no.21Th 2001 tentang otsus Papua SEMUANYA GAGAL, mereka membentuk MRP Papua dan Papua Barat tapi dalam menjalankaan kegiatan selalu dipantau dari pemeerintahaan pusat. Jadinya bukan otsus tapi otoda.
Kemudian otsus jilif 2, yang perluh diubah disana adalah bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, namun yang mereka ubah adalah bagian
polItik dan pemerintahan.
Jadi menurut saya, otsus tidak perluh bagi rakyat Papua, karena ada partai lokal pun opm masih bergejolak dan bedah pendapat dengan partai lokal, bila partai lokal mematuhi aturan" dari nasional/pemerintah pusat.
BalasHapus